Selasa, 22 November 2016

11" Pentingnya Training K3 Untuk Mengurangi Potensi Kecelakaan Bahan Kimia

Pentingnya Training K3 Untuk Mengurangi Potensi Kecelakaan Bahan Kimia

Dalam sistem manajemen K3 (SMK3) Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor PER.05/MEN/1996 pada lampiran I poin 3.1.5 tentang pelatihan (training) disebutkan bahwa penerapan dan pengembangan sistem manajemen K3 yang efektif ditentukan oleh kompetensi kerja dan pelatihan dari setiap tenaga kerja di perusahaan. Pelatihan merupakan salah satu alat penting dalam menjamin kompetensi kerja yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan keselamatan dan kesehatan kerja. OHSAS 18001 section 4.4.2 mensyaratkan bahwa setiap pekerja harus memiliki kompetensi untuk melakukan tugas-tugas yang berdampak pada K3. Kompetensi harus ditetapkan dalam hal pendidikan yang sesuai, pelatihan dan / atau pengalaman.
Training K3 merupakan program yang sangat penting dalam mencegah terjadinya kecelakaan kerja, dari berbagai studi yang dilakukan terhadap prilaku tidak aman dari pekerja diperoleh beberapa alasan (National Safety Council, 1985):
  1. Pekerja tidak memperoleh intruksi kerja secara spesifik dan detil.
  2. Kesalahpahaman terhadap intruksi kerja.
  3. Tidak mengetahui instruksi kerja.
  4. Menganggap instruksi kerja tersebut tidak penting atau tidak perlu.
  5. Mengabaikan instruksi kerja.
Untuk mencegah hal tersebut diatas terjadi maka sangat diperlukan training  bagi pekerja untuk memahami setiap instruksi kerja secara baik dan akibat yang dapat terjadi jika tidak melakukan pekerjaan sesuai dengan instruksi kerja.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ismail.A (2010) menunjukkan bahwa training dapat meningkatkan kompetensi dan pengetahuan pekerja. Kemudian pengetahuan dan kompetensi pekerja tersebut dapat mengurangi kesalahan pencampuran dan parameter proses yang disebabkan oleh faktor pekerja, dimana kesalahan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya bahaya reaktifitas kimia. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dingsdag (2008) yang menyimpulkan bahwa untuk meningkatkan budaya dan prilaku K3 untuk mengurangi kecelakaan kerja maka diperlukan training K3 untuk meningkatkan kompetensi dan pemahaman K3 pada seluruh line management dan pekerja.
Setiap pekerja baru harus mendapatkan training yang cukup sebelum melaksanakan tugas sesuai tanggung jawab yang diberikan. Training yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan dari area kerja masing-masing pekerja. Untuk memastikan bahwa pekerja baru sudah menguasai tugas dan tanggung jawab yang diberikan maka diperlukan tolok ukur sebagai umpan balik dari training yang diberikan. Training tidak hanya diberikan pada pekerja baru, akan tetapi pekerja lamapun harus diberikan training penyegaran. Pihak manajemen perusahaan harus membuat program training tahunan yang meliputi topik-topik baru maupun topik-topik lama sebagai penyegaran (re-fresh training).
Training yang diberikan harus meliputi pengetahuan (knowledge) dan keahlian (skill) untuk meningkat kompetensi pokok (core competency) dan kompetensi K3 (safety competency). Kompetensi pokok adalah kompetensi minimum yang harus dimiliki pekerja untuk menjalankan tugas pokok yang dibebankan, misalnya operator produksi harus memahami dan mampu menjalankan mesin produksi, laboran harus mampu melakukan analisa dasar bahan kimia dan seterusnya. Namun kompetensi pokok saja tidak cukup untuk melakukan pekerjaan secara aman, maka diperlukan kompetensi K3. Pada umumnya training kompetensi pokok tidak dilengkapi dengan kompetensi K3 atau tidak mengandung aspek-sapek K3 (Dingsdag, 2008).
Secara garis besar training K3 yang diperlukan adalah sebagai berikut (National Safety Council, 1985):
  1. Training untuk karyawan baru, misalnya: peraturan umum perusahaan, profil perusahaan, peraturan K3 secara umum, kebijakan K3, program pencegahan kecelakaan, intruksi kerja yang dibutuhkan, bahaya ditempat kerja, alat pelindung diri, dst.
  2. Job Safety Analysis (JSA); pemahaman terhadap JSA dan proses JSA.
  3. Job instruction training (JIT); training yang secara spesifik menjelaskan prosedur kerja standar di area kerja masing-masing, misalnya; prosedur kalibrasi, prosedur pembuatan produk, prosedur pembersihan tangki, dst.
  4. Other method instruction;  training untuk trainer, bagaimana mempersiapkan dan melakukan training secara baik.
Sebagai salah satu contoh topik-topik training untuk peningkatan kompetensi pekerja dalam upaya mengurangi poetnsi risiko bahaya kimia adalah seperti terdapat didalam tabel berikut: 
No
Topik Training
Kompetensi
Bagian
Jabatan
Keterangan
1 Prosedur kerja standar dan instruksi kerja
Pokok
Semua
Operator s/d Manager
Kebutuhan disesuaikan dengan departemen masing-masing (SOP/WI)
2 Sistem Manajemen K3
Pokok/K3
Semua
Spv s/d manager
Pemahaman (SMK3, OHSAS 18001)
3 Respon keadaan darurat
Pokok/K3
Semua
Semua
Pemahaman dan praktek (SOP)
4 Bahan kimia berbahaya dan Penaganannya
Pokok/K3
Prod., Gudang, Lab, Enjinering
Operator s/d Manager
Kebutuhan disesuaikan dengan tingkat jabatan dan bersifat umum (NFPA, NIOSH)
5 MSDS dan Label Bahan Kimia (GHS)
K3
Prod., Gudang, Lab, Enjinering
Operator s/d Manager
Kebutuhan disesuaikan dengan tingkat jabatan dan bersifat umum (GHS,NFPA, UN)
6 Tata Cara Penyimpanan Bahan Kimia di Gudang
Pokok/K3
Gudang
Operator s/d Manager
Operator – UmumSpv& Mgr – Detil (CCPS, NFPA)
7 Penanganan Tumpahan Bahan Kimia
K3
Prod, Gudang dan Lab
Operator s/d Manager
Operator – praktekSpv&Mgr – + pengetahuan (NFPA, CCPS)
8 Bahaya Reaktifitas Kimia
K3
Prod., Gudang, Lab, Enjinering
Operator s/d Manager
Operator – Bersifat umum (awareness)Spv & Mgr – Lebih detil /pemahaman (CCPS)
9 Penanganan BRK
K3
Prod., Gudang, Lab, Enjinering
Operator s/d Manager
Operator – Bersifat umum (awareness)Spv & Mgr – Lebih detil /pemahaman (CCPS)
10 Managemen BRK
K3
Prod., Gudang, Lab, Enjinering
Spv s/d Manager
Pemahaman (CCPS)
11 Indentifikasi dan analisis BRK
K3
Prod., Gudang, Lab, Enjinering
Spv s/d Manager
Pemahaman dan praktek (CCPS)
12 Analysis Tools untuk BRK
K3
Lab
Spv
Pemahaman dan praktek (CCPS, CRW 2)
Topik dan isi training harus disesuaikan dengan kebutuhan area kerja atau tanggung jawab dan tingkatan atau jabatan pekerja, karena umumnya tingkatan atau jabatan menunjukkan tingkat pendidikan pekerja. Sebagai contoh, operator bagian produksi memerlukan training keahlian dalam mengoperasikan mesin produksi, sementara teknisi dari bagian enjinering memerlukan training keahlian dalam perawatan dan perbaikan mesin produksi. Supervisor produksi lebih memerlukan training pengetahuan proses produksi dari pada keahlian dalam mengoperasikan mesin produksi.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Ismail.A (2010) dapat disimpulkan bahwa untuk mengurangi kesalahan pekerja yang berdampak pada bahaya kimia, maka diperlukan core competency dan safety competency yang baik. Tabel diatas merupakan topik training yang direkomendasikan untuk meningkatkan core dan safety competency pekerja sehingga dapat mengurangi risiko bahaya kimia dan bahaya reaktifitas kimia (BRK) ditempat kerja.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar