Senin, 21 November 2016

05" Sering Terpapar Asap Diesel, Ini Risiko yang Dihadapi Pekerja Tambang

Sering Terpapar Asap Diesel, Ini Risiko yang Dihadapi Pekerja Tambang

  Jakarta, Bekerja di pertambangan memang mengandung banyak risiko, terutama karena sering berada di bawah tanah atau ruang tertutup. Belum lagi dari asap pembuangan mesin yang dipergunakan di tambang. Salah satu yang sedang menjadi sorotan di Australia adalah paparan mesin berbahan bakar diesel pada pekerja tambang bawah tanah. Studi terbaru dari University of Western Australia menyatakan, pekerja tambang berisiko tinggi terkena kanker paru akibat paparan pembuangan mesin ini. Dengan menggunakan data dari Department of Mines and Petroleum dalam kurun tahun 2003-2015, peneliti berupaya menghitung rata-rata paparan polusi yang dihadapi pekerja tambang di berbagai situs di Australia Barat, kemudian memperkirakan jumlah kasus kematian akibat kanker paru yang berkaitan dengan hal ini. 

Untuk saat ini, seorang pekerja tambang bawah tanah di Australia Barat terpapar polusi dari mesin diesel sebanyak 44 mikrogram/meter kubik. Dan bila dirata-rata, tingkat paparan pembuangan dari mesin diesel di tambang Australia Barat masih di bawah standar, yaitu 59 mikrogram/meter kubik selama 12 jam.

Sejauh ini Australian Institute for Occupational Hygienists merekomendasikan agar paparan pembuangan mesin diesel pada pekerja tambang hanya dibatasi maksimal 100 mikrogram/meter kubik untuk 8 jam.

"Tetapi karena jumlah kematian akibat kanker paru yang dikaitkan dengan kondisi ini belakangan semakin naik, maka kami merekomendasikan agar limit-nya diturunkan," kata ketua tim peneliti, Dr Susan Peters kepada ABC Australia.

Misalnya pada pekerja tambang di permukaan tanah, yang tingkat paparannya hanya 14 mikrogram/meter kubik, dapat diperkirakan terjadi 5,5 kasus kematian akibat kanker paru dari 1.000 pekerja. Lantas apa kabar pekerja tambang yang paparannya lebih banyak?

Lagipula rekomendasi batasan paparan polusi di Australia rupanya masih terlalu tinggi untuk ukuran global. Pada bulan Desember tahun lalu, Finnish Institute of Occupational Health telah menurunkan batasan paparan untuk pekerja tambang hanya 20 mikrogram/meter kubik. Mereka juga meminta agar mesin-mesin berbahan bakar diesel diganti dengan mesin berdaya listrik yang bebas emisi.

Begitu juga di sejumlah negara lain seperti AS dan Jerman. Di Afrika Selatan, sudah banyak situs tambang yang berhenti menggunakan mesin diesel.

Ironisnya, Cancer Coucil Australia memperkirakan, 130 pekerja di Australia terserang kanker paru-paru akibat asap pembuangan mesin diesel tiap tahunnya. Bahkan mesin diesel diklaim sebagai penyebab kanker terbesar kedua di tempat kerja setelah paparan sinar ultraviolet atau UV.

"Sayangnya, pemahaman pengelola tambang terhadap bahaya mesin diesel masih terbilang sangat rendah bila dibandingkan dengan agen pemicu kanker lainnya seperti asbestos," ungkap Melissa Ledger dari Cancer Coucil.

Di samping kanker paru, gangguan kesehatan lain yang menghantui para pekerja tambang adalah pneumoconiosis atau lebih akrab disebut dengan paru-paru hitam.

Seperti diberitakan detikHealth sebelumnya, ketua umum Perhimpunan Spesialis Kedokteran Okupasi Indonesia, dr Nusye E Zamsiar, MS, SpOk menyebut pekerja tambang batu bara termasuk paling rentan terhadap penyakit ini.

Risiko penyakit yang sama juga dialami para pekerja yang terpapar debu lainnya, terutama silika. Debu silika banyak ditemukan di industri gerabah, keramik, dan bangunan. Selain itu, debu serat pada industri kapas serta debu asbestos juga berisiko memicu pneumokoniosis.

sumber https://health.detik.com/read/2016/11/22/100306/3351127/763/sering-terpapar-asap-diesel-ini-risiko-yang-dihadapi-pekerja-tambang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar